Budaya Membaca di Indonesia dan Negara Maju

30 Januari 2025|Artikel|Bagikan :

Budaya membaca yang mengakar di masyarakat merupakan salah satu faktor pendorong tingkat literasi suatu negara. Hal ini dibuktikan dengan berbagai riset kredibel yang menempatkan negara-negara maju dengan budaya membaca tinggi sebagai negara dengan tingkat literasi terbaik di dunia. 

Sebut saja Finlandia dan Australia yang terkenal sebagai negara dengan sistem pendidikan terbaik dunia dan memiliki tingkat literasi tinggi. Sebagai negara maju, pendidikan di Finlandia dan Australia sangat menekankan budaya membaca sejak dini.

Di Asia, negara Jepang menduduki peringkat pertama sebagai negara dengan sistem pendidikan terbaik berdasarkan survei CEO World tahun 2024. Budaya membaca di Jepang tampak jelas dari rutinitas sehari-hari masyarakat, bahkan di tempat publik.

Bagaimana dengan Indonesia? Harus diakui, budaya membaca masyarakat Indonesia memang masih rendah. Meskipun ada kemajuan, tingkat literasi Indonesia seyogianya mendapatkan perhatian serius. Perlu dilakukan peningkatan mutu pendidikan dan gerakan “ayo budayakan membaca buku” untuk mendorong kesadaran masyarakat.

Sebagai perbandingan, berikut penjelasan tentang sistem pendidikan dan budaya membaca di negara-negara maju seperti Jepang, Finlandia, dan Australia.

Budaya Membaca di Jepang

Budaya membaca di Jepang mencerminkan tingginya literasi dan kesadaran masyarakat terhadap pentingnya ilmu pengetahuan. Tidak heran jika Jepang memiliki tingkat literasi yang hampir sempurna, yaitu 99%, berdasarkan data Worldatlas 2018. Negara ini berada di peringkat keenam dunia, mengalahkan negara-negara besar seperti Amerika Serikat dan Tiongkok.

Pemerintah Jepang mendukung budaya membaca melalui sistem pendidikan. Program membaca 10 menit sebelum pelajaran di sekolah telah berjalan lebih dari 30 tahun dan terbukti efektif. Pada tahun 2020, Jepang memiliki 3.106 perpustakaan umum dengan fasilitas lengkap, termasuk 62 perpustakaan prefektur dan 2.433 perpustakaan kota. Perpustakaan besar seperti Tokyo Metropolitan Central Library mencatat peminjaman lebih dari 100 juta buku per tahun, tertinggi di dunia.

Sejarah literasi Jepang dimulai sejak era Restorasi Meiji (abad ke-19) dengan kampanye pemberantasan buta huruf. Pada tahun 1913, Jepang menjadi salah satu produsen buku terbesar di dunia, bahkan melampaui Amerika Serikat. Pemerintah Jepang terus melakukan pembangunan sekolah berkualitas dan pemberian fasilitas buku gratis untuk meningkatkan literasi masyarakat.

budaya membaca menjadi salah satu pondasi dalam pendidikan di Indonesia

Tingginya literasi Jepang juga dipengaruhi oleh cepatnya penerjemahan buku asing ke bahasa Jepang. Buku-buku baru sering tersedia hanya beberapa minggu setelah terbit di negara asalnya. Langkah ini memperluas akses masyarakat terhadap literatur internasional, meskipun mayoritas penduduk Jepang kurang fasih berbahasa asing.

Kebiasaan membaca orang-orang Jepang terlihat jelas di ruang publik seperti transportasi umum, di mana masyarakat membawa buku berukuran kecil yang mudah dibawa. Selain itu, terdapat kebiasaan unik seperti “tachiyomi”, yaitu membaca sambil berdiri di toko buku yang menunjukkan tingginya minat baca. Meskipun tampak merugikan, toko buku justru diuntungkan karena pengunjung sering kembali untuk membeli buku lain.

Budaya membaca di Jepang tidak hanya meningkatkan kualitas perorangan, tetapi juga mendorong inovasi nasional. Studi OECD menunjukkan kemampuan literasi orang Jepang usia 25-34 tahun lulusan SMA lebih tinggi dibanding lulusan universitas di Italia dan Spanyol. Kombinasi pendidikan, infrastruktur literasi, dan kebiasaan membaca yang kuat menjadikan Jepang sebagai salah satu negara dengan budaya literasi terbaik di dunia.

Finlandia yang Memiliki Tingkat Literasi Tinggi

Finlandia telah menjadikan membaca sebagai bagian tak terpisahkan dari kehidupan masyarakatnya. Dengan populasi sekitar 5,5 juta jiwa (2019), negara ini memiliki 738 perpustakaan umum dan universitas, ditambah 140 perpustakaan keliling yang menjangkau daerah pedesaan. 

Perpustakaan menjadi pusat aktivitas sosial, tempat orang berkumpul, belajar, dan memperkaya wawasan. Kebiasaan membaca ini menciptakan generasi yang tidak hanya cerdas secara akademis, tetapi juga berpikiran terbuka. 

Dukungan pemerintah terlihat nyata melalui penyediaan buku dalam bingkisan bagi keluarga yang baru memiliki bayi. Kebijakan ini memperkenalkan budaya membaca sejak dini sekaligus mempererat ikatan keluarga melalui aktivitas seperti membacakan dongeng sebelum tidur.

Sistem pendidikan di Finlandia juga dirancang untuk mendorong kebiasaan membaca. Anak-anak diarahkan untuk membaca setidaknya satu buku setiap pekan. Tidak adanya alih suara pada program televisi asing juga mengasah kemampuan membaca mereka sejak kecil. 

Transformasi pendidikan di Finlandia yang dimulai 40 tahun lalu telah menjadikan literasi sebagai prioritas utama. Hasilnya terlihat dari skor PISA tahun 2000 yang menempatkan generasi muda Finlandia sebagai pembaca terbaik di dunia.

Ditambah lagi, kesetaraan dan inklusivitas menjadi prinsip utama pendidikan di Finlandia. Tidak ada ujian wajib atau sistem peringkat, sehingga anak-anak belajar tanpa tekanan persaingan. Semua anak, baik di kota besar maupun pedesaan, mendapatkan akses pendidikan dengan kualitas yang sama. Hal ini mendorong 93% siswa menyelesaikan sekolah menengah, dan 66% melanjutkan ke pendidikan tinggi. 

Guru-guru di Finlandia adalah orang-orang terbaik yang dipilih melalui seleksi ketat. Hanya 10% lulusan terbaik yang dapat menjadi guru. Itupun mereka diwajibkan menempuh gelar master di bidang pendidikan. 

Guru diwajibkan mengenal setiap siswa dengan lebih dekat untuk memastikan pendekatan pengajaran sesuai kebutuhan. Hampir 30% siswa menerima bantuan khusus selama sembilan tahun pendidikan pertama untuk memperkuat fondasi literasi mereka.

Kesuksesan Finlandia dalam meningkatkan budaya membaca dan sistem pendidikan menjadi inspirasi dunia. Melalui kombinasi kebijakan pendidikan yang inklusif dan budaya membaca yang berakar kuat, Finlandia telah membuktikan bahwa investasi dalam literasi adalah fondasi kemajuan bangsa.

Australia dengan Sistem Pendidikan Terbaik Dunia

Australia dikenal dengan sistem pendidikan berkualitas tinggi yang menekankan literasi sejak dini. Pendidikan di Australia mencakup 13 tahun wajib belajar, dimulai dari jenjang dasar hingga menengah. Pada tingkat lanjutan, siswa mengikuti Australian Qualifications Framework (AQF) yang terdiri dari 10 tingkatan. Sistem ini memastikan pendidikan terstruktur dari sertifikasi dasar hingga gelar doktoral.

Budaya membaca di Australia berkembang melalui berbagai inisiatif. Program seperti 1000 Books Before School mendorong anak-anak membaca 1.000 buku sebelum usia 5 tahun. Ada juga Premiers’ Reading Challenge yang mengajak anak usia 0-15 tahun menyelesaikan daftar buku yang telah ditentukan dalam empat bulan.

budaya membaca di mancanegara dinilai lebih baik daripada di Indonesia

Perpustakaan memainkan peran besar dalam budaya membaca di Australia. Terdapat 1.631 perpustakaan di seluruh negeri yang dilengkapi perpustakaan keliling untuk menjangkau wilayah terpencil. Fasilitas ini tidak hanya menyediakan buku, tetapi juga ruang baca, program storytelling, hingga klub literasi untuk berbagai usia. 

Program Australian Reading Hour mengajak keluarga meluangkan waktu satu jam untuk membaca bersama untuk memperkuat kebiasaan literasi di rumah. Di sekolah, siswa membawa buku untuk dibaca bersama keluarga dalam program home reading. 

Acara seperti Meet the Writers dan Book Week Parade menghidupkan minat baca dengan menghadirkan penulis favorit langsung ke hadapan siswa. Aktivitas ini menanamkan cinta terhadap literasi sejak usia dini dan memperkuat hubungan anak-anak dengan dunia literasi.

Universitas di Australia juga mendorong literasi melalui program pendidikan berkualitas untuk siswa lokal dan internasional. Mahasiswa sarjana menyelesaikan pendidikan dalam tiga hingga empat tahun, sementara pascasarjana memakan waktu satu hingga dua tahun. Kursus dan pelatihan yang ditawarkan mencerminkan komitmen negara ini untuk membangun generasi pembelajar sepanjang hayat.

Potret Literasi di Indonesia

Budaya membaca di Indonesia terus berkembang meskipun menghadapi berbagai tantangan. Berdasarkan survei Majalah CEO World tahun 2024, Indonesia berada di peringkat ke-70 dalam sistem pendidikan dunia. 

Di Asia Tenggara, Indonesia menempati posisi kelima dalam tingkat literasi dengan persentase 96,53% menurut data Seasia 2024. Posisi ini berada di bawah Brunei Darussalam, Vietnam, Singapura, dan Filipina. Meski demikian, angka tersebut membuktikan bahwa literasi di Indonesia terus meningkat seiring dengan berbagai upaya pemerintah dan masyarakat.

Salah satu langkah nyata adalah peningkatan jumlah perpustakaan di seluruh Indonesia. Pada 2023, terdapat 144.191 perpustakaan sekolah. Namun, banyak perpustakaan belum memenuhi standar nasional, sesuai amanat Undang-Undang Nomor 43 Tahun 2007.

Perpustakaan Nasional (Perpusnas) menargetkan lebih dari 1.000 asesor pada tahun 2024 untuk mendorong akreditasi perpustakaan, khususnya di sekolah. Selain itu, pustakawan juga didorong untuk terus meningkatkan kompetensi melalui pelatihan dan kolaborasi. Fokus pada pengembangan tenaga perpustakaan menjadi prioritas, mengingat baru 21% pustakawan yang tersertifikasi, dan 81% di antaranya dinilai kompeten.

Sebagai upaya inovatif, perpustakaan di Indonesia mulai bertransformasi ke arah digital. Layanan digital memungkinkan masyarakat mengakses buku secara daring, terutama di era transformasi teknologi. Ini dilakukan untuk menjawab kebutuhan masyarakat terhadap informasi yang lebih mudah dan cepat diakses.

Budaya membaca di Indonesia dan negara maju seperti Jepang atau Finlandia memperlihatkan perbedaan yang signifikan. Di negara-negara maju, budaya membaca telah menjadi bagian dari keseharian dengan didukung infrastruktur literasi yang baik. Indonesia masih perlu memperkuat dukungan dari berbagai pihak, termasuk pemerintah, sekolah, dan masyarakat.

Meski perjalanan literasi masih panjang, Indonesia memiliki peluang besar untuk meningkatkan budaya membaca dengan dukungan semua pihak. Ayo budayakan membaca buku untuk meningkatkan literasi di Indonesia. Membaca membuka wawasan, memperkaya pengetahuan, dan membangun karakter bangsa.